http://209.85.175.104/search?q=cache:t0aCBMAeaMgJ:www.nielsenmedia.com.au/indonesia/en/pdf/mri/35/RAM%25203rd%2520ed.pdf+Radio,+data+pendengar&hl=en&ct=clnk&cd=7
Nielsen’s Radio Information Update w1w
Quarterly newsletter - No. 03/Juli 2006
Studi mengenai jumlah pendengar radio mulai
dikenal di tahun 1966 ketika Audits & Survey for
Radio Advertising Bureau / National Association of
Broadcaster mengeluarkan All Radio Methodology
Study (ARMS) mengenai 11 macam studi riset
jumlah pendengar radio. Saat ini secara umum,
metode riset pengumpulan data radio dapat dibagi
menjadi 4 macam
1. Co-insidental Survey
Melalui cara ini, responden akan ditelepon untuk
diwawancara melalui telepon mengenai radio apa
yang didengar, kapan mendengar, dimana
mendengar dan sebagainya. Cara ini relatif lebih
singkat dan murah. Walaupun demikian cara ini
memiliki keterbatasan, yaitu hanya mereka yang
memiliki telepon rumah yang dapat di survey.
Selain itu, mungkin saja ketika interviewer belum
selesai mewawancara, responden merasa bosan
dan menutup telepon.
2. Personal Interview
Data dikoleksi dengan cara melalui interview tatap
muka terhadap responden. Interviewer akan
datang ke rumah responden dan menanyakan
radio apa yang didengar, kapan mendengar,
dimana mendengar dan sebagainya. Dengan cara
seperti ini, interviewer bisa mendapatkan data
secara lebih mendalam, karena responden akan
lebih nyaman untuk diwawancara secara tatap
muka dari pada melalui telepon
3. Diary
Saat ini, metode diary paling banyak digunakan di
dunia. Dengan metode ini, kita dapat memetakan
pola mendengar radio dalam 24 jam sehari.
Interviewer akan datang ke rumah responden,
menitipkan diary radio kepada anggota rumah
Ragam survey data Radio
tangga terpilih, untuk mengisinya dalam waktu 7
hari. Selama 7 hari tersebut, responden akan
mengisi tabel radio mana yang mereka dengar, jam
berapa dan dimana saja. Dengan metode ini,
selain mendapatkan data jumlah pendengar, kita
juga bisa mendapatkan data reach & frequency
4. Watchmeter
Merupakan teknologi terbaru yang baru diaplikasi
di Switzerland, dengan beberapa negara Eropa
lainnya akan menyusul. Dengan metode ini,
responden tidak perlu repot-repot membawa diary
kemana mereka pergi, atau mengisi diary tersebut.
Mereka hanya perlu mengenakan jam tangan
kemana pun mereka pergi, dan jam tangan
tersebut secara otomatis akan merekam semua
frekuensi radio yang mereka dengar pada saat itu.
Teknologi ini akan memberikan data yang lebih
akurat dari pada metode lainnya. Hanya saja, saat
ini teknologi tersebut masih termasuk mahal. Saat
ini, di beberapa negara sudah mulai ’melirik’
metode ini, sehingga diharapkan dalam waktu
dekat sudah dapat ditemukan cara untuk
mempermurah teknologi ini
* * *
Nielsen’s Radio Information Update w2w
Nielsen Media Research
Mayapada Tower Lt. 17, Jl. Jend. Sudirman Kav 28, Jakarta 12920
tel: 021-5212200, fax: 021-5211927, email: media.jkt@nielsenmedia.com
www.nielsenmedia.com/id
Primetime
Apakah Anda pernah bertanya-tanya mengapa slot waktu
tertentu pada media radio dan televisi disebut primetime?
Atau, pernahkah Anda bertanya mengapa waktu primetime
televisi adalah pada malam hari, sedangkan untuk radio pada
pagi dan sore hari?
Ternyata penempatan primetime pada kedua media ini
terjadi bukan tanpa alasan, hal ini ada kaitannya dengan
listening pattern pada radio dan viewing pattern pada televisi.
Dua topik ini akan dibahas pada Radio Newsletter edisi 3 ini
dengan lebih detil lagi.
Radio memang “berperang” di pagi hari
Berdasarkan data Radio Audience Measurement Q1 2006,
pendengar radio paling banyak terdapat di pagi hari dan
mencapai puncaknya di jam 07.00–07.30 (terlihat di tabel 1
dan 2). Sedangkan di siang hari, pendengar radio sepertinya
sudah meneggelamkan dirinya ke dalam aktivitasnya masingmasing,
sehingga jumlah pendengar radio di waktu ini
mengalami penurunan. Radio kembali menjaring pendengarnya
di sore hari, walau tak sebanyak di pagi hari.
Radio menjadi pilihan orang di pagi dan sore hari karena
sifatnya yang mengandalkan audio memungkinkan
pendengarnya untuk tetap mendengarkan media ini sembari
melakukan aktifitas lainnya. Contohnya, para karyawan yang
berkendara seorang diri menuju tempat kerjanya tidak akan
merasa sunyi dan bosan oleh kemacetan karena ditemani oleh
penyiar radio dengan topik menarik dan lelucon yang segar.
Begitupun halnya dengan sore hari sepulang beraktifitas,
kehadiran radio kembali dapat menemani perjalanan menuju
rumah.
Sesampainya di rumah, para pendengar radio ini ataupun
orang pada umumnya, siap beristirahat dan membutuhkan
hiburan yang berbeda. Mereka kini memiliki waktu yang lebih
banyak dan siap menerima media yang tidak hanya
mengandalkan kekuatan audio. Karenanya, TV menjadi media
pilihan utama. Mungkin setelah penat dengan rutinitas
seharian, orang membutuhkan hiburan nyata di depan mata
(terlihat di tabel 3).
Selain perbedaan waktu mendengar radio dan menonton
TV, ternyata hari kerja (weekdays) dan akhir pekan (weekends)
juga berpengaruh terhadap pola mendengar.Seperti contohnya
di kota Jakarta, pola mendengar di hari kerja sedikit lebih
tinggi jika dibandingkan dengan akhir pekan. Sedangkan di
kota Makassar, pola mendengar di akhir pekan hampir
seluruhnya melebihi pola mendengar hari kerja. Mungkin orang
di Jakarta memiliki pilihan hiburan yang lebih banyak di akhir
pekan. Sedangkan di Makassar, radio mungkin menjadi salah
satu bentuk hiburan pilihan di akhir pekan.
Setelah melihat hal ini, apakah akan membuat anda ingin
semakin memperketat “perperangan” di pagi hari, atau
mencoba menjaring pendengar di waktu berbeda?
No comments:
Post a Comment