Monday, November 26, 2007

PH dan TV

http://www.purdiechandra.com/jm/content/view/234/54/

PH dan TV
Bagaimana PH bertahan, bagaimana TV harus inovatif.


Inovatif atau Pailit PDF Cetak E-mail
Thursday, 29 December 2005

Helmy Yahya, Presdir PT Triwarsana
Saat ini bisnis di seputar televisi sungguh menarik. Rupert Murdoch masuk ANTV, Astro juga bakal masuk Indonesia, terus ada lagi televisi yang memiliki strategi MNC. Ini luar biasa menarik karena akan membuat kepemilikan stasiun televisi bakal mengerucut. Bisnis televisi akan lebih serius. Prospeknya luar biasa.

Hiburan bagi masyarakat Indonesia itu bukan film. Banyak orang tidak langganan koran tapi memiliki televisi di rumahnya. Itu membuat peluang televisi ke depan makin besar.

Dulu ada zaman semua program digarap televisi in house. Tapi sekarang terbukti bahwa karya-karya production house (PH) semakin dibutuhkan. Menurut saya, sebuah televisi tidak bisa lagi sepenuhnya mengandalkan program produksi sendiri. Bagaimanapun mereka butuh variasi. Nah, ini peluang untuk industri PH. Apalagi kini banyak televisi lokal yang mulai membesar, mereka juga perlu content provider.

Televisi yang hanya mengandalkan produksi sendiri lambat laun akan mentok. Mereka butuh content provider untuk kompetisi. Ada televisi yang mengadu antara program in house dengan karya PH.

Tahun depan, mestinya peluang bagi PH akan lebih bagus lagi. Cuma, persoalan ada yang bilang kita sedang masuk lagi masa-masa krisis. Lucunya, perusahaan saya tahu bahwa makin banyak krisis, hiburan itu makin diperlukan. Makin banyak orang stress, mereka makin butuh hiburan. Nah, hiburan yang paling murah itu televisi.

Cuma masalahnya terletak ada sisi daya beli. Dengan adanya kenaikan harga BBM, situasi menjadi agak mengerikan; terbukti kini banyak terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK). Selama ini yang dikebiri adalah PH. Harga naik, semua naik, tapi harga program tidak boleh naik. Itu tidak fair.

Kita kan tak bisa berhenti hanya melihat jangka pendek pada 2006. Apa yang baru saja dilakukan pemerintah mungkin bakal berarti banyak untuk 2006, 2007, 2008, dan seterusnya.

Bisnis content provider untuk televisi pada 2006 nanti akanbanyak evaluasi. Sudah terjadi kejenuhan-kejenuhan. Tren di televisi itu berubah sedemikian cepat. Tahun 2005 diwarnai oleh reality show, sinetron yang menampilkan adegan mayat bangkit lagi, kuburan meledak; tapi itu sekarang sudah mulaiditinggalkanorang.

Disisi lain Deddy Mizwar keluar dengan format baru lewat sinetron Kiamat Sudah Dekat yang menarik perhatian orang. Light entertainment juga sudah mulai naik; seperti Extravaganza. Saya jugamulai banyak menerima pesanan bukan reality show lagi, tapi game show. Format-format seperti itu yang akan digarap orang.

Persaingan televisi juga sedemikian ketat. Dulu selalu the big three tidak bisa berubah. Indosiar, RCTI, dan SCTV selalu menempati urutan tiga besar.Sekarang TPI bisa nomor satu, Trans TV yang dulu nomor lima sekarang nomor dua, Indosiar yang dulu nomor satu sekarang kadang-kadang terpental ke nomor enam, Lativi dengan modal Spongebob bisa berada di nomor lima. Itu menarik dan membuktikan bahwa persaingan semakin tajam.

Kalau sudah begini yang paling penting adalah kreativitas. Kalau tidak kreatif, anda akan ditinggalkan penonton. Kalau kita berbicara kreativitas, maka se-kreatif apapun stasiun TV mereka tidak bisa mengerjakan semuanya sendiri. Oleh karena itu saya pikir PH sangat berpeluang untuk menawarkan beragam kreativitas yang baru. Untuk mencoba program baru PH akan lebih fleksibel ketimbang stasiun TV.

Tren content untuk televisi tahun depan saya pikir akan cenderung ke light entertainment dan ame show. Light Entertainment itu seperti Extravaganza atau asal yang pernah saya bikin dulu. Reality show, kalau tidak besar sekali desainnya, tidak terlalu menarik untuk dilihat. Kontes-kontes menyanyi juga akan masih ada tapi tak bisa lagi seperti Indonesian Idol pertama, AFI satu dan dua, atau KDI pertama, Penghuni Terakhir akan tetap on tapi dengan perubahanyang sangat signifikan.

Secara keseluruhan saya pikir bisnis televisi ini juga tak luput dari kelesuan. Beberapa stasiun sudah mulai melakukan PHK karyawan, PH juga begitu. Perusahaan saya memiliki karyawan hingga 100 orang lebih. Secara sadar saya bilang kepada mereka bahwa kita harus mulai memikirkan format-format baru. Saya sealau bilang, "Inovatif atau Pailit." Yang kita jual adalah kreativitas.

Ada masa dua sampai tiga bulan bagi kami untuk belajar, membikin perencanaan dan melakukan eksekusi. Situasi 2006 mungkin akan sulit di awal-awal, ini masa transisi bagi negara dan bisnis secara keseluruhan.

Kembalinya pamor film layarlebar sama sekali tak menjadi pesaing bagi content provider televisi. Sebagus-bagusnya film paling hanya disaksikanoleh satu juta penonton. Dan, itu berat. Kita bahagia bahwa film kita bangkit, meskipun belum sehebat masa-masa puncaknya dulu. Bandingkan saja, sebuah film yang sukses hanya akan ditonton sejuta orang, sedangkan sinetron yang berada di peringkat 8 samapi 10 ditonton oleh kira-kira 7 sampai 8 juta orang.

Investor film juga memiliki karakter yang berbeda dengan investor content provider untuktelevisi. Resiko bikin film gede sekali. High Risk High Return. Film itu sangat tidak terkontrol. Anda boleh pakai sutradara terbaik dan bintang terbaikdisertai promosi miliaran, tapi itu tidak menjamin pasti ketika meledak saat dilempar ke pasar. Ada juga film yang dibuat dengan modal seadanya bisa meledak luar iasa, seperti Jelangkung bikinan Rizal Mantovani dulu.

Bikin acarauntuk televisi itu lebih terkontrol. Modalnya lebih kecil. Labanya kecil. Kita bikin juga dalam beberapa episode dulu. Di jalan kita bisa melakukan format ulang. Kalau saya disuruh bikin film, saya akan pikir-pikir.

Dikutip dari: Kontan "Edisi Khusus", No 13,Tahun X,2 Januari 2006

favorite site: www.tribun-timur.com

No comments: