http://www.suaramerdeka.com/harian/0409/05/nas7.htm
PROGRAM UNGGULAN
* Selamat Pagi Bupati: Interaktif soal public services. Bupati yang memberi jawaban atas pertanyaan dari warga. Kepala dinas ikut. Ramai
* Biaya sepenuhnya ditanggung pemerintah kabupaten, government TV
* Jam siaran: pagi 90 menit, sore 90 menit.
Kemunculan TV Lokal (1)
Manajemen Gado-gado tapi Diminati
SM/Komper Wardopo GEDUNG BARU: Ratih TV milik Pemkab Kebumen kini memiliki gedung baru dan pemancar setinggi 70 meter di Jalan Kutoarjo. Acara andalannya dialog interaktif "Selamat Pagi Bupati." (17b)
Stasiun televisi lokal bermunculan di daerah-daerah. Sejauh mana manfaat dan minat publik terhadap televisi lokal itu, berikut laporan Suara Merdeka dari beberapa daerah di Jateng.
SELEMBAR pengumuman peresmian balai desa di Kebumen menyebutkan, "Acara akan dihadiri Bupati Hj Rustriningsih dan diliput Ratih TV". Kali lain, ada sunatan massal di satu desa juga dalam brosur, "Ditayangkan Ratih TV."
Di kampung-kampung pun tiap pagi dan sore, tayangan televisi lokal milik Pemkab itu sering jadi pembicaran anak-anak sampai ibu-ibu. "Aku tadi lihat bapakmu di Ratih," ucap seorang bocah kepada teman mainnya.
Ilustrasi ini menggambarkan, tayangan Ratih TV mulai mengena di hati masyarakat. Pendeknya, setelah hampir setahun menjumpai pemirsa warga Kebumen dan sekitarnya, Ratih (singkatan dari Dara Putih, pemberian nama Presiden Megawati setahun lalu), direspons antusias pemirsanya.
Warga pun senang setiap melihat kameramen datang di suatu acara di desanya atau kecamatan.
Apalagi, guna mendekatkan dengan pemirsa atau demi proximity, para abang becak, pedagang pasar, pelajar, dan ibu-ibu sering dimunculkan di layar kaca menanggapi tayangan Ratih itu.
Kini, upaya keras pengelola televisi itu menuai hasil. Dengan keterbatasan dan semampunya, acara-acara media televisi lokal itu mulai dinanti, meski hanya untuk sesaat (pagi 90 menit, sore juga 90 menit).
Hal itu agaknya tak bisa dikonversi dengan uang ataupun pendapatan dari iklan, misalnya. Lebih dari itu, menurut Bupati Dra Hj Rustriningsih MSi, kehadiran media ini mampu menggerakan aktivitas masyarakat di daerah tersebut.
Jam Enam
Salah satu acara yang setiap pagi selalu dinanti rakyat jelata ataupun pejabat adalah dialog interaktif "Selamat Pagi Bupati" (SPB). Awalnya, siaran yang dikembangkan dari Radio In FM (juga milik Pemkab) itu, mengudara pukul 06.30-07.00.
Namun karena sering "diprotes" pendengar berhubung waktunya tanggung, lalu dimajukan pukul 06.00. Setelah ditayangkan Ratih TV, mau tak mau Bupati Hj Rustriningsih pun harus datang ke studio tiap pagi. Bayangkan, sebelum jam enam Bupati harus berangkat ke studio di Jalan Kutoarjo.
Berarti, pak sopir, ajudan, dan terlebih awak Ratih TV harus siap lebih dahulu. "Di awal-awal dulu kami sempat stres. Namun kini sudah lebih tertata dan biasa," ujar kameramen yang berstatus PNS.
Acara itu juga menjadi andalan, karena fungsinya sebagai alat kontrol sosial. Sebab, mulai dari IMB, listrik, gaji terlambat, sampai urusan SIM dan lalu lintas, ditanyakan ke Bupati.
Mau tak mau para kepala dinas terkait wajib mengikuti dan menjawab persoalan teknis tersebut.
Tayangan interaktif ini belakangan malah menjadi kajian para pengamat dan mahasiswa komunikasi. Sebab, ia dianggap merupakan terobosan dalam kontrol sosial dan mewujudkan good governance sesungguhnya. Karena di sana ada unsur transparansi, advokasi, dan pelayanan sosial pemerintahan. Kabarnya, CNN dan televisi Belanda pun memuji acara SPB tersebut.
Acara lain yang juga diminati yakni berita seputar Kebumen. Sehari ditayangkan dua kali, masing-masing 30 menit. Meski teknik penyajian ataupun bobot berita kadang masih sekenanya, siaran ini mampu mengundang pemirsa melihatnya. Selain itu, ada acara hikmah ramadan maupun ceramah agama dengan dai lokal, juga dialog interaktif, berbagai penyuluhan, dan cerdas cermat. Memang diakui, sebagian acara itu belum terprogram secara matang alias asal comot. Misalnya, acara seni.
Sebab, selama setahun ini menurut Kasubag Pemberitaan dan Pengumpulan Informasi Bagian Humas Drs Adi Nugroho, tayangan Ratih masih bersifat uji coba. Baru tahun kedua nanti, pihaknya akan berusaha mandiri dan programnya diperbaiki. Ke depan, minimal mampu membiayai operasionalnya.
Dia menyebutkan, investasi di luar sebidang tanah yang cukup luas di Jalan Kutoarjo, juga gedung studio baru senilai Rp 800 juta sudah jadi. Bahkan, peralatan audio atau mekanik siaran televisi berikut pemancar sekitar Rp 800 juta, semuanya didanai APBD.
Kekuatan pemancarnya satu kilowatt. Meski belum mampu menjangkau seluruh wilayah Kebumen, untuk dalam kota sudah bisa ditangkap secara jelas. Hanya sayang, sejak 20 Agustus lalu tidak tayang karena pemancar diperbaiki, sekaligus persiapan pemindahan peralatan ke studio baru.
Selama setahun ini, masih menumpang di studio radio In FM di depannya. Adi Nugroho menargetkan, bertepatan awal ramadan 15 Oktober nanti, Ratih TV sudah kembali tayang menjumpai pemirsanya.
Kini jumlah awak Ratih, mulai dari kameramen, penyiar, administrasi sampai sopir ada 19 orang. Dari mereka, hanya lima orang yang non-PNS. Namun, melihat kinerja mereka patut diacungi jempol. Karena mereka mampu bekerja seminggu tujuh hari nonstop.
Menurut konsultan Ratih TV Tipuk Nugroho (52), yang pernah menangani RCTI dan SCTV, dibanding televisi swasta daerah yang ada saat ini, boleh jadi Ratih TV yang paling "kaya". Sebab peralatan broadcast dan audio video ataupun yang lain sudah standar, bahkan kualitas impor. Hanya ada kendala soal tenaga profesional.
Idealnya, para tenaga kameramen dan penyiar semuanya profesional dan dengan insentif yang memadai. Juga perlu program unggulan yang jelas, bisa memproduksi sendiri atau membeli yang telah jadi. "Tapi kami terkendala kemampuan biaya. Ini yang membedakan kami dengan televisi swasta," lanjut lelaki yang juga pernah membidani TV 7 Jakarta itu.
Namun dia buru-buru mengingatkan, Ratih TV bukan televisi swasta dan bukan televisi komersial. Ratih memang di-setting menjadi Government TV, atau televisi pemerintah daerah.
Maka semestinya semua biaya ditanggung oleh pemerintah, bukan iklan. Hanya saat ini dalam perjalanannya menjadi gado-gado. Di satu sisi, operasionalnya masih didanai pemerintah. Bahkan, dalam 2004 disediakan dana APBD Rp 1 miliar untuk operasional televisi itu.
Namun, di sisi lain juga mulai menerima iklan. Untuk iklan itu memang masih sekenanya. Bahkan, tarif spot iklan juga hanya hasil musyawarah para pengelola. Misalnya, untuk durasi 30 detik atau setengah menit tarifnya Rp 50.000. Namun, para pemasang iklan di Kebumen pada keberatan dan banyak yang menawar.
"Akhirnya, ya asal ada yang mau pasang kita layani. Namun, kami sudah ditarget Desember 2004 ini harus mampu setor ke kas daerah Rp 10 juta, berarti tiap bulan dipatok Rp 2 juta," ucap seorang awak Ratih TV.
Terlepas dari pengelolaan dan manajemen yang gado-gado serta masih membebani APBD, keberadaan Ratih TV dan respons publik layak diparesiasi. Apalagi, masyarakat Kebumen dikenal haus hiburan.
Mengacu hasil Penelitian Akses Informasi Publik terhadap 273 responden di Kebumen, 84% di antaranya melihat televisi, sedangkan 81% mendengarkan radio. Masuk akal bila Pemkab berusaha mendirikan Ratih TV.
Artinya, media televisi lebih diminati dibanding radio. Masih mengutip penelitian tersebut, warga yang tidak memiliki televisi pun tetap melihat di tetangga atau saudara. Jika diprosentase, responden yang menonton televisi mencapai 95%. (Komper Wardopo-17b)
Favorite site: www.tribun-timur.com
Tuesday, November 27, 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment