Friday, November 30, 2007

TV Indonesia, Menuju Tontonan Kelas Bawah

TV Indonesia, Menuju Tontonan Kelas Bawah

Survei AGB Nielsen baru-baru ini menunjukkan gejala menarik: makin kaya seseorang makin jarang nonton TV. Sebaliknya, makin miskin kian sering nonton TV.

Ini kutipan hasil sigi Nielsen, yang dikutip Tribun Timur, Makassar: ”Survei ini juga menemukan kecenderungan bahwa semakin rendah pendapatan orang, semakin banyak waktu yang mereka habiskan untuk menonton televisi.”
Disebutkan juga, ”Masyarakat dengan sosial ekonomi status (SES) E yang pengeluaran di bawah Rp 500 ribu per bulan, terbukti paling banyak menonton televisi, terutama pada jam-jam tayang utama (prime time).”
”Sedang kelompok masyarakat dengan SES A (pengeluaran bulanan diatas Rp 3 juta) paling sedikit menyempatkan waktu menonton televisi.”

Hasil survei itu menarik, terutama untuk menjawab pertanyaan, apakah TV kita, persisnya program-program TV kita, sudah dan akan ditinggalkan pemirsa golongan menengah atas?

Sejalan dengan itu, apakah TV kita sudah dan akan menjadi santapan masyarakat kelas bawah?

Mungkin juga iya. Masyarakat kelas menengah-atas di Indonesia, seperti halnya juga gejala umum di kota-kota besar dunia, semakin sibuk. Seharian di kantor, bekerja, bertemu relasi, rapat. Tiba di rumah kecapekan, menghabiskan waktu keluarga, dan akhirnya, tidak ada waktu untuk menonton TV.

Pagi-pagi sekali, sambil sarapan, menonton (atau hanya mendengar saja?) siaran berita televisi. Setelah itu buru-buru ke kantor, tenggelam pada aktivitas rutin.

Pada saat weekend menonton TV? Mungkin juga tidak. Weekend adalah waktu yang teramat berharga untuk keluarga. Weekend lebih banyak dihabiskan di luar rumah ketimbang di rumah.

Kedua, selain soal waktu, yang tak kalah penting, daya tarik program TV Indonesia untuk kalangan menengah-atas. Menarikkah?

Seperti ditunjukkan survei Nielsen, jawabannya iya untuk beberapa acara "serius" seperti program berita dan beberapa acara "santai" seperti siaran sepakbola (bukan sepak bola Tanah Air, tapi luar negeri, yang tingal di-copy-paste).

Memang lalu tantangannya bagi pengelola TV adalah seberapa kreatif memproduksi mata acara yang memikat bagi kalangan menengah-atas.

Jadi, ada masalah waktu, ada masalah daya tarik program TV nasional.

Bila soalnya hanya waktu, muncul pertanyaan: bagaimana dengan produk teknologi selular yang memungkinkan bisa menonton TV di mana saja?

Menarik menunggu apakah produk ini sukses. Bila ya, dan tontonannya adalah program TV Indonesia, berarti para pengelola TV Indonesia mampu membuat program yang memikat kalangan menengah-atas.

Bila tidak, dapatlah dikatakan, pengelola TV kita mampunya hanya memproduksi tontonan kelas dangdut dan mistik.

Memang selalu menjadi dilema bagi pengelola koran, dan saya kira juga pengelola TV dan radio: Makin laris suatu produk atau berita biasanya untuk konsumsi kelas menengah, bukan untuk kelas menengah atas.

Koran dengan readership terbanyak di Jakarta, dulunya, adalah koran kriminal. Di daerah, radio-radio dangdut sering menjadi dambaan pemirsa.

Di Makassar, misalnya, radio Gamasi, yang isinya dangdut, diputar oleh hampir seluruh sopir petepete (angkutan kota) dan nyaring terdengar di gang-gang. Inilah radio dengan readership terbesar di Makassar.

Sementara readership beberapa stasiun radio yang mengandalkan program acara yang "serius", katakanlah musik jazz atau talk show marketing dan pengembangan diri, masih jauh dari Gamasi.

Sekali lagi, apakah TV kita akan masuk perangkap low taste dan menjadi santapan kelas menengah-bawah? Kita tunggu perkembangannya.

Berikut kutipan lengkap berita Tribun Timur tentang survei Nielsen:

http://www.tribun-timur.com/view.php?id=54746

Minggu, 25-11-2007

Kaya Malas Nonton TV, Miskin Rajin

Hasil Riset Menonton Televisi

MASYARAKAT berpenghasilan tinggi atau orang kaya dan berpendidikan tinggi (lulusan universitas) lebih memilih waktu santai di rumah dengan menonton tayangan gelar tinju ketimbang menonton sinetron.
Sedangkan pada remaja yang berasal dari kelompok ini lebih memilih tayangan ringan variety show yang banyak ditayangkan stasiun televisi swasta.
Simpulan tersebut diperoleh melalui hasil riset survei yang dilaksanakan di kota, termasuk Makassar, yang berlangsung sejak awal Januari hingga 10 November lalu.
Kota lain yang disurvei adalah Jakarta dan sekitarnya, Surabaya (Jatim), Bandung (Jabar), Yogjakarta dan sekitarnya, Semarang (Jateng), Denpasar (Bali), Banjarmasin (Kalsel), Palembang (Sumsel), dan Medan (Sumut).
"Ini membuktikan, sinetron bukan tayangan yang selalu dominan ditonton seperti dugaan banyak orang karena program yang ditonton akan berbeda-beda tergantung dari segmen demografis pemirsanya," kata Hellen Katherina, Associate Director Marketing & Client Service AGB Nielsen di Jakarta.


Pemirsa yang berpendidikan tinggi tidak menempatkan sinetron sebagai program yang paling banyak ditonton.
"Alih-alih menonton sinetron, mereka menyaksikan film barat, musik, komedi , dan gelar tinju, selain program sepakbola spesial," sebut Hellen.
Sementara di kelompok anak-anak yang berasal dari keluarga kelas atas dan berpendidikan tinggi, program yang ditonton, selain Piala Asia, adalah musik, film barat anak (Harry Potter), dan komedi. Di antara 10 program dengan pemirsa terbanyak pada segmen ini, hanya tercatat satu judul sinetron.
Berdasarkan data kepemirsaan kuartal ketiga (Juli-September) 2007, pemirsa dari kalangan menengah bawah cenderung menonton program serial (sinetron), film (FTV), dan hiburan (musik, kuis, variety show, reality show, dsb).
Sementara, pemirsa dari kelas atas memiliki kecenderungan untuk menonton informasi (talkshow, documentary, infotainment, dsb), berita, program spesial, dan filler (berita, musik, kuis, dsb).

Anak-anak
Dari sisi usia, lain lagi. Anak-anak memiliki kecenderungan untuk mengonsumsi program yang memang ditargetkan bagi mereka, yaitu program anak-anak.
Pemirsa remaja menonton program hiburan. Sedangkan pemirsa dewasa cenderung menonton program berita, religi, dan olahraga.

Religi
Menurut Hellen, tontonan TV akan berbeda lagi jika dilihat dari status pekerjaan pemirsanya. Misalnya saja ibu rumahtangga lebih banyak penonton program bergenre serial (sinetron) dan religi.
Para pekerja meluangkan waktu untuk menonton genre berita, program religi, dan olahraga. Sedangkan para pensiunan/pencari kerja menghabiskan waktu di depan TV untuk menonton program bergenre
informasi dan berita.
Populasi responden penonton televisi dalam survei di 10 kota besar ini diklaim mencakup populasi sebanyak 42 juta individu.
Komposisinya, relatif seimbang antara laki-laki 46,7 persen dan perempuan 53,3 persen.
Di antara mereka, persentase pemirsa dewasa muda (20-39 tahun) lebih besar yakni mencapai 40,4 persen dibandingkan anak-anak umur 5-14 tahun (22,6 persen), remaja usia 15-19 tahun (10,8 persen), dan dewasa usia 40 tahun ke atas (26,3 persen). Respoden dipilih secara acak dari semua kelas sosial dengan jumlah pemirsa dari kelas menengah atau SES C (51,3 persen) lebih besar daripada pemirsa kelas atas (29,4 persen) dan kelas bawah (19,3 persen).



Miskin

Survei ini juga menemukan kecenderungan bahwa semakin rendah pendapatan orang, semakin banyak waktu yang mereka habiskan untuk menonton televisi.
Masyarakat dengan sosial ekonomi status (SES) E yang pengeluaran di bawah Rp 500 ribu per bulan, terbukti paling banyak menonton televisi, terutama pada jam-jam tayang utama (prime time).
Sedang kelompok masyarakat dengan SES A (pengeluaran bulanan diatas Rp 3 juta) paling sedikit menyempatkan waktu menonton televisi.
"Mengamati kebiasaan menonton pemirsa TV di sepanjang hari,tampak bahwa semakin rendah status sosial ekonominya, justru semakin tinggi kepemirsaan TV-nya, terutama saat prime time," kata Hellen.
Pola tersebut, lanjut Hellen, juga tampak jika dianalisis berdasar latar belakang pendidikan pemirsanya. Semakin tinggi pendidikan pemirsa, semakin rendah konsumsi TV-nya.
Yang cukup menarik, pemirsa yang berlatar belakang pendidikan nonformal, konsumsi TV-nya ternyata tergolong lebih rendah dibandingkan mereka yang tidak tamat SD.
Dari sisi usia, anak-anak dan remaja banyak menonton TV terutama antara pukul 06.00 hingga pukul 17.00.
Sementara, saat jam tayang utama, anak-anak memimpin kepenontonan TV bersama pemirsa dewasa usia 50 tahun ke atas.
Pada jam tayang dengan potensi pemirsa terbesar ini, pemirsa produktif usia 20 sampai 29 tahun adalah yang paling rendah mengkonsumsi TV.
Selain itu, ibu rumahtangga dan pelajar juga menjadi kelompok yang paling banyak menonton TV hampir di sepanjang hari.
Dilihat dari lamanya waktu yang dihabiskan untuk menonton TV setiap harinya, konsumsi TV ibu rumah tangga adalah yang paling lama. Yakni, rata-rata 3,2 jam atau 3 jam 12 menit setiap
hari.
Sementara, target pemirsa yang lain rata-rata menghabiskan waktu menonton TV antara 2,4 hingga 2,9 jam sehari.
Dengan durasi menonton dan tontonan yang beragam, secara keseluruhan, program yang memberikan sumbangan rating terbesar pada beberapa stasiun TV memang masih program sinetron.
"Peluang untuk mendapatkan rating menjadi besar karena sinetron banyak ditempatkan pada jam tayang prime time yang potensi pemirsanya paling besar," jelas Hellen.
Dibandingkan dengan genre program lainnya, durasi tayang program serial (termasuk sinetron) dan film (termasuk FTV) sebenarnya lebih sedikit dibandingkan hiburan, informasi, dan berita yang lebih banyak disiarkan di jam tayang non prime time dengan potensi pemirsa yang tidak sebesar prime time.
Dengan kemudahan dan kemurahan akses, layar kaca akan selalu menjadi media pelarian bagi sebagian besar orang, apapun pilihan acaranya.
Namun pilihan tontonan itu akan bervariasi tergantung pada latar belakang demografis pemirsanya. Dengan beragamnya status demografis pemirsa TV, sebenarnya segmen yang paling banyak berinteraksi dengan TV adalah segmen perempuan, anak-anak dan remaja, serta dewasa, kecuali usia 20-39 tahun, SES BCDE, ibu rumahtangga, pelajar, serta mereka yang berpendidikan SD, SMA, dan tidak tamat SD.

Ada peristiwa menarik?
SMS www.tribun-timur.com di 081.625.2233
email: tribuntimurcom@yahoo.com

Hotline SMS untuk berlangganan Tribun
Timur edisi cetak: 081.625.2266.
Telepon: 0411 (8115555) (Persda Network/fin)

favorite site: www.tribun-timur.com