Monday, December 17, 2007

Prinsip-prinsip dasar menulis berita radio

Prinsip-prinsip dasar menulis berita radio. Cocok untuk pemula.

http://jurnalistikuinsgd.wordpress.com/2007/05/20/naskah-berita-radio/

Naskah Berita Radio

Posted on by jurnalistikuinsgd

Oleh ASM. Romli

PENULISAN naskah untuk disiarkan di radio secara teknis berbeda dengan cara penulisan di media massa cetak. Perbedaan utamanya, naskah berita radio harus menggunakan bahasa tutur atau bahasa percakapan (conversational langguage) dengan mengunakan kata-kata yang biasa diucapkan sehari-hari dalam obrolan lisan (spoken words).

Prinsip Penulisan
Secara umum, prinsip penulisan naskah berita radio antara lain ringkas, jelas, sederhana dan mudah dimengerti, serta untuk diucapkan –bukan untuk dibaca.

Untuk memenuhi prinsip tersebut, kata-kata yang digunakan harus kata sederhana dan umum digunakan, penekanan (stressing) pada kata-kata yang penting -seperti nama atau istilah khusus, pembulatan angka-angka (misalnya 350.011 orang menjadi 350 orang lebih), pengucapan kata harus jelas, dan penggunaan kalimat aktif (misal: ribuan mahasiswa memprotes pemerintah, bukan pemerintah diprotes ribuan mahasiswa).
Seringkali seorang penulis naskah (scriptwriter) atau editor berita (news editor) sebuah stasiun radio hanya melakukan penulisan ulang (rewriting) dalam menyiapkan naskah. Dengan begitu, ia hanya mengubah “bahasa media cetak (bahasa tulis)” menjadi “bahasa media audio (bahasa lisan)”. Misalnya, Rp 20.000 = 20-ribu rupiah, Himpunan Mahasiwa Islam (HMI) = Himpunan Mahasiswa Islam -HMI, US$200 = 200 dolar Amerika Serikat.

Sekilas Presenter Berita
Presenter berita adalah orang yang membawakan atau mengantarkan acara berita di televisi atau radio. Istilah ini biasa dipakai di industri televisi/radio di Indonesia dan merupakan padanan “penyiar berita” yang juga banyak dipakai di radio (id.wikipedia.org).

Secara internasional dikenal tiga kategori penyaji berita, yakni pembaca berita (newsreader), penyiar berita (newscaster), dan jangkar berita (anchor).

Pembaca berita (newsreader) adalah pembawa acara yang berperan membacakan berita. Tugasnnya membacakan naskah berita yang ditulis orang lain dan tidak punya peran dalam peliputan berita.

Penyiar berita (newscaster) adalah orang yang menyiarkan program berita dan ia juga bekerja sebagai wartawan/reporter. Ia ikut serta dalam peliputan berita atau produksi berita -turut membuat naskah berita yang akan dibacakannya. Istilah ini digunakan untuk membedakan jurnalis aktif dari pembaca berita.

Jangkar berita (news anchor) adalah jurnalis televisi atau radio yang membawakan materi berita dan sering terlibat memberikan improvisasi komentar dalam siaran langsung. Istilah ini utamanya dipakai di Amerika Serikat dan Kanada. Banyak news anchor terlibat dalam penulisan dan/atau penyuntingan berita bagi program mereka sendiri. News anchor juga mewawancara narasumber di studio atau memandu program diskusi. Banyak juga yang menjadi komentator dalam berbagai program berita. Istilah anchor (anchorperson, anchorman, atau anchorwoman) diperkenalkan oleh produser CBS News, Don Hewitt.

Contoh Naskah Berita untuk Radio:
Mahasiswa Tuntut Pendidikan Gratis
Mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia –BEM UI, kemarin berunjuk rasa di depan Gedung Departemen Pendidikan Nasional. Mereka menuntut pendidikan gratis, setidak-tidaknya untuk tingkat sekolah rendah dan pendidikan dasar.

Ketua BEM UI –Ahmad Fathul Bari– mengatakan, pemerintah telah membuang uang negara, dengan mengadakan berbagai acara dan spanduk peringatan hari pendidikan nasional. Padahal, uang itu seharusnya dapat digunakan untuk kepentingan rakyat.

Sebagaimana diberitakan Tempo Interaktif, massa juga meminta pemerintah melaksanakan konstitusi, yakni memenuhi anggaran 20 persen APBN bagi sektor pendidikan. Mereka juga berharap, agar pemerintah dan DPR sadar, bahwa rancangan undang-undang badan hukum pendidikan –RUUBHP– yang sedang dibahas, memiliki spirit liberalisasi dan privatisasi lembaga pendidikan publik.*

Tukul Diprotes Pelajar SD Muhammadiyah Surabaya
Pemandu program acara hiburan di salah satu stasiun televisi swasta –Tukul Arwana, kemarin diprotes puluhan pelajar SD Muhammadiyah 4, Pucang, Surabaya, saat merayakan Hari Pendidikan Nasional di sekolahnya. Menurut seorang pelajar –Fahrizal, cium pipi kanan-cium pipi kiri yang dilakukan Tukul itu, tidak bermutu dan tidak bermoral, karena bukan muhrim.

Dikatakan Fahrizal, adegan itu disengaja untuk menciptakan ‘virus’ baru, guna ditanamkan kepada masyarakat. Bahkan bintang tamunya mengenakan pakaian yang tak layak dipertontonkan. Jika tayangan seperti itu terus berlanjut, ia mengajak teman-temannya untuk mematikan televisi.

Media Indonesia On Line memberitakan, Kepala Sekolah SD Muhammadiyah 4, Pucang, Surabaya -Muhammad Sholihin– menuturkan, Tukul Arwana memang telah menjadi ikon, sampai akhirnya jam tayang yang semula akhir pekan, menjadi setiap hari Senin hingga Jumat. Bahkan jam tayang yang semula pukul setengah 11 malam, diajukan menjadi jam setengah 10 malam. Solihin menambahkan, anak didiknya tidak menolak acara tersebut, asalkan Tukul sebagai wong ndeso, sebaiknya tidak merusak acaranya dengan cipika-cipiki, busana bintang tamu yang ‘mengumbar’ aurat, dan bahasa yang tak senonoh.*

Naskah Asli:
Mahasiswa Tuntut Pendidikan GratisRabu, 02 Mei 2007 14:24 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta:Mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) berunjuk rasa di depan Gedung Departemen Pendidikan Nasional, Rabu siang. Mereka menuntut pendidikan gratis, setidak-tidaknya untuk tingkat sekolah rendah dan pendidikan dasar. Pendidikan rendah harus diwajibkan, pendidikan teknik dan kejuruan secara umum harus terbuka bagi semua orang dan pendidikan tinggi harus secara adil dapat diakses oleh semua orang berdasarkan kepantasan.

Ketua BEM UI, Ahmad Fathul Bari, mengatakan pemerintah telah membuang uang negara dengan mengadakan berbagai acara dan spanduk peringatan hari pendidikan nasional. Padahal, uang itu seharusnya dapat digunakan untuk kepentingan rakyat. Massa yang berjumlah seratusan orang itu juga meminta pemerintah melaksanakan konstitusi, yakni memenuhi anggaran 20 persen APBN bagi sektor pendidikan. Mereka juga berharap agar pemerintah dan DPR sadar bahwa rancangan undang-undang badan hukum pendidikan (RUUBHP) yang sedang dibahas memiliki spirit liberalisasi dan privatisasi lembaga pendidikan publik. Rencananya, 20 orang mahasiswa akan berdialog dengan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, Prof Satryo Soemantri Brodjonegoro untuk membahas tuntutan mereka.*

Tukul Diprotes Pelajar SD Muhammadiyah Surabaya
MIOL: Pemandu program acara hiburan di salah satu stasiun televisi swasta, Tukul Arwana, Rabu, diprotes puluhan pelajar SD Muhammadiyah 4, Pucang, Surabaya saat merayakan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) di sekolahnya. “Cipika-cipiki (cium pipi kanan-cium pipi kiri) yang dilakukan Tukul itu tidak bermutu, tidak bermoral, karena bukan muhrim,” ujar Fahrizal, pelajar kelas 5 SD Muhammadiyah 4, Pucang, Surabaya dalam orasinya.

Adegan itu, katanya, disengaja untuk menciptakan ‘virus’ baru untuk ditanamkan kepada masyarakat. Bahkan bintang tamunya mengenakan pakaian yang tak layak dipertontonkan.
“Kalau seperti itu, nanti kita akan matikan televisi-nya. Setuju….,” ucapnya, bersemangat, yang dijawab puluhan kawannya dengan terikan, “Setuju….”

Dalam aksi tersebut, puluhan pelajar itu membentangkan poster yang antara lain bertuliskan “Cipika-Cipiki Yang Bukan Muhrim… Nggak-lah”, “4 Mata atau 1.000 Mata Boleh Asal Jaga Akhlak”, “Sensor Adegan Perusak Moral” serta “Media-ku Kami Butuh Acara Mendidik,” dan sebagainya. Selain itu, para pelajar juga melakukan gerakan teatrikal berupa adegan peradilan class action dengan majelis hakim ‘hati nurani’ dan masyarakat yang menggugat tayangan Banyak Mata secara class action.

Secara terpisah, Kepala Sekolah SD Muhammadiyah 4, Pucang, Surabaya, M Sholihin SAg, menuturkan, Tukul Arwana memang telah menjadi ikon, sampai akhirnya jam tayang yang semula akhir pekan menjadi setiap hari Senin hingga Jumat. “Alasannya, rating tayangan itu tinggi. Bahkan jam tayang yang semula pukul 22.30 WIB diajukan menjadi 21.30 WIB, tapi mereka tak memperhitungkan bila anak anak dan remaja pun menonton,” tegasnya. Ia menambahkan, anak didiknya tidak menolak acara tersebut, asalkan Tukul sebagai wong ndeso sebaiknya tidak merusak acaranya dengan cipika-cipiki, busana bintang tamu yang ‘mengumbar’ aurat, dan bahasa yang tak senonoh.

Dalam peringatan Hardiknas, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Jawa Timur menggelar seminar yang memprotes sinetron remaja di mayoritas stasiun televisi yang dinilai merusak moral remaja.
“Banyak sinetron yang berlatarbelakang sekolah dan remaja, tapi mata acaranya justru mengajarkan percintaan, perkelahian, dan gaya hidup hura-hura. Karena itu, kami minta pengelola media bersikap bijak,” ucap Ketua IMM Jatim, Sholikul Huda.*

* ASM. Romli. Tulisan ini dimaksudkan sebagai materi pendukung perkulian “Jurnalistik Radio” Mahasiswa Jurnalistik Semester IV UIN Bandung (2007).

No comments: